Jumat, 09 Maret 2012

Cloud Computing, Layanan Client-Server Dunia Maya

Definisi Cloud Computing

Cloud Computing merupakan subset dari grid computing yang menggabungkan utility computing dan pendekatan lainnya untuk memanfaatkan shared computing resources.
Menurut sebuah makalah tahun 2008 yang dipubllikasi IEEE Internet Computing “Cloud Computing adalah suatu paradigma di mana informasi secara permanen tersimpan di server di Internet dan tersimpan secara sementara di komputer pengguna (client) termasuk di dalamnya adalah desktop, komputer tablet, notebook, komputer tembok, handheld, sensor-sensor, monitor dan lain-lain.”
Cloud Computing secara sederhana adalah “layanan teknologi informasi yang bisa dimanfaatkan atau diakses oleh pelanggannya melalui jaringan Internet”. Cloud Computing yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi Komputasi Awan adalah suatu konsep umum yang mencakup SaaS, Web 2.0, dan tren teknologi terbaru lain yang dikenal lebih luas, dengan tema umum berupa ketergantungan terhadap Internet untuk memberikan kebutuhan komputasi pengguna. Sebagai contoh, Google Apps menyediakan aplikasi bisnis umum secara daring yang diakses melalui suatu penjelajah web dengan perangkat lunak dan data yang tersimpan di server.

Hal utama yang menjadikan teknologi ini berbeda dan menjadi kelebihan utama dibanding teknologi sebelumnya adalah bahwa layanan diberikan pay-as-you-go melalui media Internet. Berdasarkan alasan inilah cloud computing menunjukkan pergeseran paradigma dalam hal metode pemanfaatan IT sebagai komoditas yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
Istilah cloud mengacu pada ilustrasi Internet pada kebanyakan buku teks book bidang IT yang menggambarkan remote environment dan penyembunyian kompleksitas. Seperti kita ketahui bahwa sebenarnya Internet berdiri di atas infrastruktur yang sangat kompleks. Network of network dimana pada masing-masing network terdapat device-device komputasi (servers, storage, dan network) yang sangat banyak jumlah dan ragamnya. Meskipun demikian pengguna merasa bahwa akses Internet sangat mudah.
Tujuan dari penyembunyian kekompleksan adalah untuk memudahkan pemberian layanan terhadap jaringan resource komputer yang dapat dipesan, dilepas dan dikonfigurasi dengan mudah dan cepat serta dengan meminimumkan intervensi dari manajemen maupun ISP.
Salah satu kelebihan Cloud Computing adalah sangat cepat di-deploy, sehingga cepat berarti instan untuk implementasi. Kelebihan lainnya antara lain:
  1. Biaya start up teknologi ini mungkin akan sangat murah atau tidak ada dan juga tidak ada investasi kapital.
  2. Biaya dari service dan pemakaian akan berdasarkan komitmen yang tidak fix.
  3. Service ini dapat dengan mudah di upgrade atau downgrade dengan cepat tanpa adanya penalty.
  4. Service ini akan menggunakan metode multi-tenant (banyak pelanggan dalam 1 platform).
  5. Kemampuan untuk meng-customize
    service akan menjadi terbatas.
Namun tidak semua layanan yang ada di Internet bisa dikategorikan sebagai cloud computing. Setidaknya ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, antara lain:
  1. Layanan bersifat On Demand, pengguna dapat berlangganan hanya yang dia butuhkan saja, dan membayar hanya untuk yang mereka gunakan saja.
  2. Layanan bersifat elastis/scalable, dimana pengguna bisa menambah atau mengurangi jenis dan kapasitas layanan yang dia inginkan kapan saja dan sistem selalu bisa mengakomodasi perubahan tersebut.
  3. Layanan sepenuhnya dikelola oleh penyedia/provider, yang dibutuhkan oleh pengguna hanyalah komputer personal/notebook ditambah koneksi Internet.
Jenis layanan yang bisa disediakan cloud computing bisa dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu:
  1. Infrastructure as a Service (IaaS)
    Produk yang ditawarkan menggunakan mode ini berupa layanan infrastruktur komputer yang diberikan melalui media Internet. Contohnya: komputer virtual, server, storage.
  2. Platform as a Service (PaaS)
    Pada paradigma komputer tradisional setiap aplikasi membutuhkan sistem operasi, database, middleware, server dan software-software tertentu. Selain itu diperlukan network dan database administrator serta management untuk menjamin keberlangsungan layanan yang diberikan. Semuaya dilakukan secara lokal. Menggunakan paradigma cloud computing, seluruh layanan diatas diberikan secara jarak jauh oleh layer ini.
  3. Software as a Service (SaaS)
    Pada layer ini, aplikasi diberikan sebagai sebuah layanan atau service melalui media Internet. Kita tidak perlu lagi untuk menginstall atau maintain aplikasi didalam komputer kita. Contohnya adalah Google apps.
Sampai saat ini paradigma cloud computing ini masih berevolusi, dan masih menjadi subyek perdebatan yang melibatkan akademisi, vendor teknologi, badan pemerintah, dan pihak-pihak terkait lainnya. Dan untuk memberikan satu common ground bagi publik, pemerintah Amerika melalui National Institute of Science and Technology (NIST) sebagai bagian dari Departemen Perdagangan Amerika, telah membuat beberapa rekomendasi standar tentang berbagai aspek dari Cloud Computing untuk dijadikan referensi.
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa tidak semua aplikasi berbasis web dapat dimasukkan ke dalam kategori cloud computing. NIST menetapkan setidaknya 5 kriteria yang harus dipenuhi oleh sebuah sistem untuk bisa dimasukkan dalam keluarga cloud computing, yaitu:
  1. Swalayan (On Demand Self Service)
    Seorang pelanggan dimungkinkan untuk secara langsung memesan sumber daya yang dibutuhkan, seperti prosesor time dan kapasitas penyimpanan melalui control panel elektronis yang disediakan. Jadi tidak perlu berinteraksi dengan personil customer service jika perlu menambah atau mengurangi sumber daya komputasi yang diperlukan.
  2. Akses Pita Lebar (Broadband Network Access)
    Layanan yang tersedia terhubung melalui jaringan pita lebar, terutama untuk dapat diakses secara memadai melalui jaringan internet, baik menggunakan thin client, thick client ataupun media lain seperti smartphone.
  3. Sumber Daya Terkelompok (Resource Pooling)
    Penyedia layanan cloud, memberikan layanan melalui sumberdaya yang dikelompokkan di satu atau berbagai lokasi date center yang terdiri dari sejumlah server dengan mekanisme multi-tenant. Mekanisme multi-tenant ini memungkinkan sejumlah sumberdaya komputasi tersebut digunakan secara bersama-sama oleh sejumlah user, di mana sumberdaya tersebut baik yang berbentuk fisik maupun virtual, dapat dialokasikan secara dinamis untuk kebutuhan pengguna/pelanggan sesuai permintaan.
    Dengan demikian, pelanggan tidak perlu tahu bagaimana dan darimana permintaan akan sumberdaya komputasinya dipenuhi oleh penyedia layanan. Yang penting, setiap permintaan dapat dipenuhi. Sumberdaya komputasi ini meliputi media penyimpanan, memory, processor, pita jaringan dan mesin virtual.
  4. Elastis (Rapid Elasticity)
    Kapasitas komputasi yang disediakan dapat secara elastis dan cepat disediakan, baik itu dalam bentuk penambahan ataupun pengurangan kapasitas yang diperlukan. Untuk pelanggan sendiri, dengan kemampuan ini seolah-olah kapasitas yang tersedia tak terbatas besarnya, dan dapat dibeli kapan saja dengan jumlah berapa saja.
  5. Layanan yang Terukur (Measured Service)
    Sumberdaya cloud yang tersedia harus dapat diatur dan dioptimasi penggunaannya, dengan suatu sistem pengukuran yang dapat mengukur penggunaan dari setiap sumberdaya komputasi yang digunakan (penyimpanan, memory, processor, lebar pita, aktivitas user, dan lainnya). Dengan demikian, jumlah sumberdaya yang digunakan dapat secara transparan diukur yang akan menjadi dasar bagi user untuk membayar biaya penggunaan layanan.

Sejarah Cloud Computing

Ide awal dari cloud computing bisa ditarik ke tahun 1960-an, saat John McCarthy, pakar komputasi MIT yang dikenal juga sebagai salah satu pionir intelejensia buatan, menyampaikan visi bahwa “suatu hari nanti komputasi akan menjadi infrastruktur publik–seperti listrik dan telpon”.
Namun baru di tahun 1995 lah, Larry Ellison, pendiri Oracle , memunculkan ide “Network Computing” sebagai kampanye untuk menggugat dominasi Microsoft yang saat itu merajai desktop computing dengan Windows 95-nya.
Larry Ellison menawarkan ide bahwa sebetulnya user tidak memerlukan berbagai software, mulai dari Sistem Operasi dan berbagai software lain, dijejalkan ke dalam PC Desktop mereka.
PC Desktop bisa digantikan oleh sebuah terminal yang langsung terhubung dengan sebuah server yang menyediakan environment yang berisi berbagai kebutuhan software yang siap diakses oleh pengguna.
Ide “Network Computing” ini sempat menghangat dengan munculnya beberapa pabrikan seperti Sun Microsystem dan Novell Netware yang menawarkan Network Computing client sebagai pengganti desktop.
Penulis sendiri pada tahun ’98 sempat mencoba Network Computing yang dikoneksikan ke sebuah Windows NT Server di mana NC client dapat menggunakan berbagai aplikasi yang tersedia di dalam server tersebut secara remote.
Namun akhirnya, gaung Network Computing ini lenyap dengan sendirinya, terutama disebabkan kualitas jaringan komputer yang saat itu masih belum memadai, sehingga akses NC ini menjadi sangat lambat, sehingga orang-orang akhirnya kembali memilih kenyamanan PC Desktop, seiring dengan semakin murahnya harga PC.
Tonggak selanjutnya adalah kehadiran konsep ASP (Application Service Provider) di akhir era 90-an.  Seiring dengan semakin meningkatnya kualitas jaringan komputer, memungkinkan akses aplikasi menjadi lebih cepat.
Hal ini ditangkap sebagai peluang oleh sejumlah pemilik data center untuk menawarkan fasilitasnya sebagai tempat ‘hosting’ aplikasi yang dapat diakses oleh pelanggan melalui jaringan komputer.
Dengan demikian pelanggan tidak perlu investasi di perangkat data center. Hanya saja ASP ini masih bersifat “privat”, di mana layanan hanya dikastemisasi khusus untuk satu pelanggan tertentu, sementara aplikasi yang di sediakan waktu itu umumnya masih bersifat client-server.
Kehadiran berbagai teknik baru dalam pengembangan perangkat lunak di awal abad 21, terutama di area pemrograman berbasis web disertai peningkatan kapasitas jaringan internet, telah menjadikan situs-situs internet bukan lagi berisi sekedar informasi statik. Tapi sudah mulai mengarah ke aplikasi bisnis yang lebih  kompleks.
Dan seperti sudah sedikit disinggung sebelumnya, popularitas Cloud Computing semakin menjulang saat di awal 2000-an, Marc Benioff ex VP di Oracle, meluncurkan layanan aplikasi CRM dalam bentuk Software as a Service, Salesforce.com,  yang mendapatkan sambutan gegap gempita.
Dengan misinya yang terkenal yaitu “The End of Software”, Benioff bisa dikatakan berhasil mewujudkan visi bos-nya di Oracle, Larry Elisson, tentang Network Computing menjadi kenyataan satu dekade kemudian.
Selanjutnya jargon Cloud Computing bergulir seperti bola salju menyapu dunia teknologi informasi. Dimulai di tahun 2005, mulai muncul inisiatif yang didorong oleh nama-nama besar seperti Amazon.com yang meluncurkan Amazon EC2 (Elastic Compute Cloud), Google dengan Google App Engine-nya, tak ketinggalan raksasa biru IBM meluncurkan Blue Cloud Initiative dan lain sebagainya.
Semua inisiatif ini masih terus bergerak, dan bentuk Cloud Computing pun masih terus mencari bentuk terbaiknya, baik dari sisi praktis maupun dari sisi akademis. Bahkan dari sisi akademis, jurnal-jurnal yang membahas tentang ini hal ini baru bermunculan di tiga tahun belakangan.
Akhirnya seperti yang kita saksikan sekarang, seluruh nama-nama besar terlibat dalam pertarungan menguasai awan ini. Bahkan pabrikan Dell, pernah mencoba mempatenkan istilah “Cloud Computing”, namun ditolak oleh otoritas paten Amerika.
Walaupun di luaran perebutan kapling awan ini begitu ingar-bingar, tidak demikian dengan di tanah air Indonesia tercinta ini. Pemain yang benar-benar mencoba masuk di area ini masih sangat sedikit, bahkan jumlahnya bisa dibilang belum sebanyak jari sebelah tangan.
Salah satu yang cukup serius bermain di area ini adalah PT Telkom, yang setidaknya saat ini sudah menawarkan dua layanan aplikasi berbasis Software as a Service. Salah satunya melalui anak usahanya, Sigma Cipta Caraka, yang menawarkan layanan aplikasi core banking bagi bank kecil-menengah.
Kemudian bekerjasama dengan IBM Indonesia dan mitra bisnisnya, PT Codephile, Telkom menawarkan layanan e-Office on Demand untuk kebutuhan kolaborasi/korespondensi di dalam suatu perusahaan atau organisasi.
Sepinya sambutan dunia teknologi informasi dalam negeri terhadap Cloud Computing ini, mungkin disebabkan beberapa faktor, di antaranya:
  1. Penetrasi infrastruktur internet yang bisa dibilang masih terbatas.
  2. Tingkat kematangan pengguna internet, yang masih menjadikan media internet utamanya sebagai media hiburan atau sosialisasi.
  3. Tingginya investasi yang dibutuhkan menyediakan layanan cloud ini, karena harus merupakan kombinasi antara infrastruktur jaringan, hardware dan software sekaligus.
Namun demikian, sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar ke-5 di dunia–yang berarti juga pasar terbesar ke-5 di dunia–para pelaku teknologi informasi dalam negeri harus sesegera mungkin mempersiapkan diri dalam arti mulai mengembangkan layanan-layanan yang siap di-cloud-kan.
Sehingga saat gelombang besar Cloud Computing ini sampai di sini, tidak hanya pemain asing besar saja yang akan menangguk keuntungan. Tentu saja peran pemerintah sebagai fasilitator dan regulator sangat diperlukan di sini, karena sekali lagi: Everybody wants to be in the Cloud!

Resiko Cloud Computing

Dalam segala hal yang berhubungan dengan teknologi baru, selain menawarkan keunggulan-keunggulan dan segala kemudahannya, tentunya ada resiko yang harus siap ditanggung. Begitu pula dengan cloud computing. Di samping segala keunggulan dan kemudahannya, teknologi cloud computing tetap memiliki resiko. Beberapa resiko yang mungkin terjadi antara lain:
  1. Service Level
  2. Cloud provider mungkin tidak akan konsisten dengan performance dari application atau transaksi. Hal ini mengharuskan anda untuk memahami service level yang anda dapatkan mengenai transaction response time, data protection dan kecepatan data recovery.
  3. Privacy
  4. Karena orang lain / perusahaan lain juga melakukan hosting kemungkinan data anda akan keluar atau di baca oleh pemerintah U.S. dapat terjadi tampa sepengetahuan anda atau approve dari anda.
  5. Compliance
  6. Anda juga harus memperhatikan regulasi dari bisnis yang anda miliki, dalam hal ini secara teoritis cloud service provider diharapkan dapat menyamakan level compliance untuk penyimpanan data di dalam cloud, namun karena service ini masih sangat muda anda diharapkan untuk berhati hati dalam hal penyimpanan data.
  7. Data Ownership
  8. Apakah data anda masih menjadi milik anda begitu data tersebut tersimpan di dalam cloud? mungkin pertanyaan ini sedikit aneh, namun anda perlu mengetahui seperti hal nya yang terjadi pada Facebook yang mencoba untuk merubah terms of use aggrement-nya yang mempertanyakan hal ini.
  9. Data Mobility
  10. Apakah anda dapat melakukan share data diantara cloud service? dan jika anda terminate cloud relationship bagaimana anda mendapatkan data anda kembali? Format apa yang akan digunakan ? atau dapatkah anda memastikan kopi dari data nya telah terhapus ?

Aplikasi Cloud Computing

Seluruh nama besar seperti IBM, Microsoft, Google, dan Apple saat ini sedang terlibat dalam peperangan untuk menjadi penguasa terbesar terhadap awan ini. Tentu saja masing-masing mengeluarkan jurusnya sendiri-sendiri.
IBM di paruh akhir tahun 2009 kemarin telah meluncurkan LotusLive, layanan kolaborasi berbasis cloud.
Microsoft, yang sekarang di perkuat oleh Ray Ozzie sebagai Chief Software Architect pengganti Bill Gates, menggadang Windows Azure, sistem operasi berbasis cloud yang akan menjadi masa depan Windows OS.
Windows Azure merupakan sebuah sistem operasi untuk Cloud, namun sebelum melangkah lebih jauh, kita harus mengetahui apa yang dimaksud dengan Cloud itu sendiri. Cloud merupakan kumpulan dari server yang saling terhubung satu sama lain, dengan begitu performansi dari kumpulan server tersebut akan menigkat bila dibandingkan dengan single server biasa. Yang bisa dilakukan oleh para developer maupun IT Pro pada Cloud ini adalah seperti meng-install dan menjalankan service pada cloud environment, lalu kita juga bisa menyimpan dan mengambil data dari Cloud tersebut.
Windows Azure, bukanlah sebuah sistem operasi yang akan menjadi pesaing Windows 7 , namun sistem operasi ini mencoba memberikan layanan bagi para developer mulai dari create, deploy dan pendistribusian webservice secara cepat , tentunya Sistem operasi ini berjalan dengan ada nya framewrok khusus “Azure Service Platform”.

Apple mengambil sisi lain, telah menyediakan layanan Mobile Me yang memungkinkan pengguna  produk Mac, untuk melakukan sinkronisasi data ke dalam cloud.

Sementara Google, satu-satunya raksasa yang lahir di era internet, sudah sejak lama memberikan layanan Google Docs yang memungkinkan pengguna membuat dokumen atau bekerja dengan spreadsheet secara online tanpa perlu software terinstal di PC atau notebook. Jikalau dulu hanya berbentuk seperti Office online, sekarang Google Docs memberikan hard disk virtual untuk menyimpan data dalam berbagai macam format, video, audio, text, gambar, dan lain-lain.
Hal ini dikarenakan Google ingin merajai dalam komputasi awan (cloud computing) dan merespon tantangan Microsoft Office, Apple dan semua perusahaan-perusahaan lain yang mencoba bisnis ini.
Bahkan Google dalam waktu dekat akan meluncurkan sistem operasi cloud-nya, Chrome OS, yang akan menjadi ancaman serius bagi para penyedia sistem operasi lain.
Namun bisa dibilang, keberhasilan Salesforce.com-lah yang membuka mata dunia bahwa cloud computing menjanjikan pundi-pundi emas yang menggiurkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar